Header Ads

Santa Francesca Romana

Aku dilahirkan di Puhsarang, Kediri, dan diberi nama "Fransisca Seilha Romana". Oleh kedua orang tuaku, aku dipanggil "Seilha". Belakangan, penulisan namaku lebih banyak ditulis sebagai "Sheila" oleh teman-teman di sekolah. "Sheila", dalam Bahasa Arab, diartikan sebagai "Bukit Kecil". Di Irlandia, "Sheila" diartikan sebagai "anugerah."

Sementara itu, dalam Bahasa Jawa, nama "Sheila" lebih dihubungkan dengan kata "Selo" yang artinya "batu". Ayahku pernah menjelaskan hal itu kepadaku saat aku masih kecil. Awalnya aku sempat menolak pemberian nama "Sheila" yang terinsipirasi dari kata "batu" itu. Namun, setelah mendapat pelajaran Bahasa Jawa di sekolah dasar, dulu, aku yakin. Pemberian nama "Seilha" oleh kedua orang tuaku bukan tanpa latar belakang.

Sebagai perempuan yang terlahir Katolik, nama Fransisca Seilha Romana adalah nama Kristiani yang mengikuti Santa Fransesca Romana. Gereja Katolik memperingati pesta Santa Francesca Romana (1384-1440) setiap tanggal tanggal 9 Maret. Santa Fransesca Romana adalah anggota Ordo III Santo Fransiskus (sekular) dan pendiri kongregasi biarawati.

Santa Fransesca Romana

Francesca Romana kurang dikenal di Indonesia. Meskipun tidak sedikit umat Katolik yang memakai nama permandian Fransiska, hampir dipastikan bahwa Fransiska yang dimaksud bukanlah Fransiska Romana ini.

Francesca dilahirkan di distrik Trastevere kota Roma pada tahun 1384. Ayahnya bernama Paulo Busso dan ibunya Jacobella dei Roffredeschi, keduanya keturunan bangsawan dan karya raya. Francesca dibesarkan dalam suasana mewah, namun dalam sebuah rumah tangga yang tetap memelihara kesucian hidup. Dia juga cepat tumbuh dewasa.

Pada waktu Francesca berumur 11 tahun, dia mohon kepada orangtuanya untuk menjadi seorang biarawati, tetapi ditolak mentah-mentah. Pada waktu baru berusia 13 tahun, Francesca dinikahkan dengan Lorenzo Ponziano, seorang pemuda dari keluarga kaya raya juga. Francesca melayani suaminya itu dengan baik dan juga membuat senang kedua mertuanya.

Di sudut jalan dekat istana keluarga Ponziano ada sebuah gereja kecil: San Francesco a Ripa. Pada tahun 1212 gereja ini diberikan kepada Santo Fransiskus dari Assisi oleh seorang perempuan kalangan atas Roma yang bernama Giocoma di Settesoli. Pada tahun 1226 Nyonya Giocoma hadir pada saat Fransiskus dijemput oleh Saudari Maut (badani). Paling sedikit pada tahun 1414 biara Fransiskan yang ada di gereja itu termasuk satu dari 34 biara yang terlibat dalam gerakan reformasi Observant dalam Ordo I Santo Fransiskus yang dimulai pada tahun 1368 oleh Sdr. Paoluccio (Paulus) dari Trinci dan pada abad-abad berikutnya dipromosikan oleh orang-orang kudus seperti Santo Bernardin dari Sienna dan Santo Yohanes Capistrano.

Di gereja San Francesco a Ripa inilah Francesca Ponziano diterima ke dalam Ordo III Santo Fransiskus. Salah satu imam di gereja kecil itu, Pater Bartolomeus Bondi menjadi pendamping rohaninya.

Francesca kemudian bersahabat erat dengan Vannozza, yaitu istri dari saudara laki-laki Lorenzo yang bernama Paluzzo. Persahabatan kedua perempuan itu berlanjut sampai saat kematian. Mereka berdua memilih hidup doa dan tidak ikut berhura-hura serta berfoya-foya, karena pilihan hidup mereka adalah untuk mencapai kesempurnaan Kristiani.

Dengan mengenakan pakaian sederhana mereka berdua keluar mengunjungi dan melayani kaum miskin-papa di kota Roma. Lorenzo dan Poluzzo tidak berkeberatan terhadap gaya hidup sederhana dan karya karitatif para istri mereka. Kedua perempuan itu setiap hari mengunjungi dan menghibur para pasien yang dirawat di Rumah Sakit Santo Spirito yang terletak di Sassia, terlebih-lebih mereka yang menderita berbagai penyakit yang menjijikkan. (Baca: Penderitaan (Tidak) Melulu karena Dosa)

Pada tahun 1400 Francesca melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Yohanes Battista. Setahun kemudian mertua perempuannya, Donna Cecilia, wafat dan Francesca ditunjuk oleh mertua laki-lakinya untuk menjadi kepala rumah tangga, meskipun sebenarnya masih ada Vannozza yang lebih senior dalam keluarga itu.

Francesca melaksanakan tugasnya dengan baik dan efisien. Dia memperlakukan para pelayan sebagai saudara-saudarinya. Selama 40 tahun Francesca hidup rukun dengan suaminya. Anaknya yang kedua bernama Evangelisto dan yang ketiga Agnes. Francesca sendiri yang merawat anak-anaknya.

Pada tahun 1408 pasukan pendukung Anti Paus (Paus tandingan) yang dipimpin Ladislaus dari Napoli memasuki kota Roma dan seorang tentara bayaran, yaitu Pangeran Troja, diangkat menjadi gubernur. Keluarga Ponziani selalu mendukung Uskup Roma (Paus) yang sah. Dalam salah satu kerusuhan Lorenzo kena tusuk, namun berkat rawat penuh kasih sayang dari Francesca kesehatannya dapat pulih kembali.

Sebelum meninggalkan kota Roma, Pangeran Troja memporak-porandakan orang-orang yang setia kepada Paus. Paluzzo berhasil ditangkap dan si kecil Battista dijadikan sandera. Pada saat Francesca berdoa di gereja Ara Coeli, Battista dibebaskan. Peristiwa ini dipandang oleh banyak orang sebagai sebuah mukjizat.

Pada tahun 1410, ketika para kardinal berkumpul di Bologna guna memilih Paus yang baru, Ladislaus merebut kembali kota Roma. Lorenzo Ponziano yang adalah salah seorang pemimpin dari pihak Paus berada dalam bahaya maut, tetapi berhasil melarikan diri.

Francesca dan ketiga anaknya tidak mungkin mengikuti Lorenzo. Istana Lorenzo dihancurkan dan Battista ditawan oleh pasukan Ladislaus, meskipun pada akhirnya Battista dapat melarikan diri dan kemudian bergabung dengan ayahnya. Harta milik keluarga Ponziani di Campagna dihancurkan, ladang dibakar, ternak dibantai dan para buruh tani dibunuh. Bersama dua orang anaknya dan Vannozza (suaminya masih menjadi tawanan dalam penjara pihak lawan), Francesca tinggal di sebuah sudut reruntuhan rumah mereka.

Kedua perempuan itu mengabdikan diri untuk melayani anak-anak itu dan orang-orang lain yang lebih miskin lagi sebatas kemampuan mereka. Tiga tahun kemudian pada saat ada wabah sampar, Evangelisto meninggal dunia.

Francesca kemudian menjadikan sebagian dari rumahnya sebagai semacam rumah sakit. Allah membalas kerja keras dan doa-doa Francesca dengan menganugerahkan kepadanya karunia penyembuhan. Agnes – puteri bungsunya – meninggal dunia pada usia 16 tahun.

Pada tahun 1414 Paus Yohanes XXII menyelenggarakan Konsili Constance. Pada tahun itu pula keluarga Ponziani memperoleh kembali harta milik mereka. Akan tetapi Lorenzo sudah jatuh miskin. Sebagai seorang pensiunan Lorenzo dirawat dengan penuh kasih sayang oleh istrinya.

Yang diinginkan Lorenzo adalah, bahwa sebelum dia wafat, putera sulungnya menikah dan hidup berkeluarga. Battista dinikahkan dengan Mobilia, seorang gadis cantik tetapi ternyata memiliki adat jelek dan kasar. Menantu ini rupanya tidak senang pada Francesca yang suka diolok-oloknya di muka umum.

Pada suatu hari, sewaktu berbicara jelek tentang ibu mertuanya Mobilia tiba-tiba terserang penyakit tertentu. Diapun kemudian dirawat oleh Francesca dengan penuh cintakasih.

Mobilia pun tersentuh oleh kebaikan hati sang ibu mertua dan dia kemudian mulai mencoba mengikuti jejak langkah Francesca. Pada saat itu pelbagai kebajikan (keutamaan) dan mukjizat Francesca sudah dikenal di seluruh kota Roma.

Dia tidak hanya diminta untuk menyembuhkan orang-orang sakit tetapi juga menyelesaikan pelbagai percekcokan dan permusuhan. Cinta dan penghormatan Lorenzo terhadap Francesca semakin meningkat dengan semakin menanjaknya umur. Sampai akhir hayatnya, Francesca (dan kawan-kawannya secita-cita) melayani Allah lewat pelayanan kepada orang-orang miskin.

Pada tahun 1425 Francesca Romana dan enam orang perempuan kalangan bangsawan Roma yang mengikutinya mengenakan jubah oblatus Santo Benediktus, namun dia tidak pernah membatalkan keanggotaannya dalam Ordo Ketiga Santo Fransiskus (sekular). Pada waktu itu Francesca dan Vanozza melakukan ziarah ke Assisi, dengan berjalan kaki sepanjang 160 km dari Roma ke kota kelahiran Bapak Serafik. (Baca juga: Pesan Paus Fransiskus kepada Keluarga)

Francesca dikenal dekat dengan malaikat-malaikat. Pada malam hari tanggal 9 Maret 1440, sesaat sebelum menghembuskan nafasnya terakhir wajahnya bercahaya, lalu dia mengucapkan kata-katanya yang terakhir: “Sang Malaikat telah menyelesaikan tugasnya: dia memberi isyarat kepadaku untuk mengikutinya.” Francesca dikanonisasikan sebagai orang kudus pada tahun 1608.

Catatan Penutup

Kehidupan Santa Francesca Romana adalah gabungan antara kehidupan sekular dan religius. Kehidupannya mencakup kesetiaan kepada Allah dan pengabdian kepada sesama. Kehidupannya yang penuh keteladanan ini – mau tidak mau – mengingatkan kita kepada Ibu Teresa dari Kalkuta.

Ibu Teresa melihat visi yang sama, yaitu mengasihi Yesus Kristus dalam doa dan juga dalam diri orang-orang miskin. Kehidupan Francesca Romana mengajak kita masing-masing tidak hanya mencari Allah secara lebih mendalam dalam doa, namun juga untuk mengabdikan diri kita kepada Yesus yang hidup dalam orang-orang yang menderita dalam dunia kita ini.

Francesca menunjukkan bahwa kehidupan seperti itu tidak perlu dibatasi bagi mereka yang terikat pada tiga kaul sebagai biarawan atau biarawati.

Yesus adalah Allah yang merendahkan diri-Nya menjadi manusia (baca Flp 2:5-11). Fransiskus adalah anak seorang saudagar kaya kota Assisi juga memilih jalan perendahan Yesus.

Demikian pula halnya dengan Santa Klara dari Assisi, Santa Elisabet dari Hungaria, Santa Agnes dari Praha, Santa Francesca Romana: ratu dan perempuan-perempuan turunan bangsawan yang memilih jalan perendahan.

*Dikutip dari http://ofsindonesia.weebly.com (Situs Resmi Persaudaraan OFS Indonesia)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.